Prada Lucky Buka Jalan, Semua TNI Korban Kekejaman Senior Kini Buka Suara

Prada Lucky Buka Jalan, Semua TNI Korban Kekejaman Senior Kini Buka Suara

 


Ungkapan Hati Seorang Ayah: Pembantu Letnan Dua  Christian Namo

Aku, seorang prajurit tua yang telah mengabdikan hidup bagi Tanah Air, kini harus memikul beban paling berat yang bisa dialami seorang ayah. Putra tertuaku, Prajurit Dua Lucky CS Namo, telah direnggut nyawanya bukan di medan perang, bukan pula oleh musuh bangsa, melainkan oleh tangan-tangan keji para seniornya sendiri di barak militer.


Bagi kami orang Nusa Tenggara Timur, terlebih dalam tradisi keluarga, anak lelaki tertua adalah simbol kepemimpinan, harapan, dan penerus garis keluarga. Ia bukan sekadar anak sulung, melainkan warisan darah dan martabat keluarga yang kelak menjaga adik-adiknya, melanjutkan nama kami, serta menjadi tumpuan doa orangtua di hari tua. Namun semua itu kini hilang. Patah sudah dahan tempat kami bersandar.


Selama hampir 22 tahun aku berinvestasi dalam hidupnya—bukan sekadar biaya finansial semata, tapi juga cinta, pengorbanan, dan doa tanpa henti. Dari kecil kuajarkan dia disiplin, kerja keras, dan hormat kepada bangsa. Ia memilih masuk TNI bukan karena paksaan, melainkan panggilan. Baginya, memakai seragam loreng adalah kebanggaan keluarga. Aku melihat masa depan yang terang—seorang perwira muda yang berkarakter, penerus cita-citaku sebagai seorang prajurit.


Namun, kebrutalan para senior telah menghancurkan segalanya. Luka dan darahnya adalah bukti bagaimana kekuasaan bisa membutakan hati. Mereka yang seharusnya membimbing justru menyiksa. Mereka yang seharusnya melindungi justru membunuh. Anak sulungku, putra kebanggaanku, diperlakukan bukan sebagai adik, bukan sebagai anak bangsa, tetapi sebagai objek pelampiasan kekuasaan yang tak bermoral.


Aku bertanya pada diriku sendiri: Di manakah keadilan militer berada?

Jika seorang prajurit muda yang penuh dedikasi bisa diperlakukan sedemikian rupa, lalu apa artinya disiplin, doktrin, dan sumpah prajurit yang kami junjung? Bagaimana bisa TNI, yang dibangun atas dasar kehormatan dan jiwa korsa, membiarkan satu anak bangsa mati di tangan sesama?


Yang mereka bunuh bukan hanya tubuh Lucky. Mereka membunuh harapan keluargaku. Mereka mematahkan garis warisan kami. Mereka menghancurkan 22 tahun lebih pengorbanan seorang ayah. Dan lebih dari itu, mereka telah menodai nama baik institusi yang seharusnya menjadi rumah bagi setiap anak muda yang bercita-cita membela bangsa.


Aku, Pembantu Letnan Dua Christian Namo, tidak lagi bicara sebagai seorang prajurit. Aku bicara sebagai seorang ayah yang kehilangan anak lelakinya secara keji. Air mataku bukan hanya karena kehilangan, tapi karena dikhianati. Anakku bukan mati demi negara, tapi mati karena kebiadaban orang-orang dekatnya.

Aku hanya menuntut satu hal: Keadilan.

Keadilan bagi Lucky putra sulungku.

Keadilan bagi keluargaku.

Dan keadilan bagi semua prajurit muda yang tewas dianiaya para seniornya di Barak Militer di seantero negeri ini agar tak ada lagi ayah yang harus menanggung nestapa yang sama.


Banyak Yang Kini Buka Suara