Inilah Sosok Amel Di Kupang, 5 Tahun Menderita 'Dijajah' Suaminya, Kini Sudah Tak Tahan

Inilah Sosok Amel Di Kupang, 5 Tahun Menderita 'Dijajah' Suaminya, Kini Sudah Tak Tahan

 



 Kejadian Pada Hari Rabu tanggal 19 Maret 2 Kejadian Pada Hari Rabu tanggal 19 Maret 2025 sekira Pukul 16.00 WITA berawal ketika terlapor yang adalah suami sah dari korban terlibat pertengkaran dengan korban, karena alasan terlapor tidak suka saat korban menegur terlapor tidak menyimpan dengan baik BPKB motor milik mereka, sehingga mengakibatkan BPKB motor tersebut rusak. 


Dan karena hal itu pun yang menjadi alasan terlapor kemudian menganiaya korban dengan cara, membenturkan kepala terlapor ke kepala korban, mambating/menjatuhkan tubuh korban kelantai sehingga kepala korban terbentur di lantai, menindih tubuh korban (duduk diatas tubuh korban yang telah terjatuh) lalu menganiaya korban dengan cara digigit di bagian tangan kanan, lalu menyeret tubuh korban yang sementara terjatuh di lantai. Selain itu terlapor juga memasukan jari terlapor (5 jari tangan) ke dalam mulut korban agar teriakan minta tolong korban tidak di dengar oleh tetangga.


Namun korban berhasil di selamat kan oleh para tetangga karena saksi yang melihat kejadian tersebut meminta pertolongan kepada para tetangga. 


Akibat tindakan terlapor tersebut korban mengalami luka memar dan gores pada bagian kanan belakang kepala, luka memar pada kening, luka robek pada bagian kanan kening, luka robek pada bagian dalam bibir atas dan bawah bibir, luka lebam pada bagian tangan kanan, dan luka lebam pada kaki bagian kiri korban. Atas kejadian ini korban datang melapor ke kantor SPKT Polda NTT guna dilakukan proses penyelidikan lebih lanjut.

sumber: kupang news 




Suami Anggota Badan Intelijen Negara

Seorang anggota Badan Intelijen Negara (BIN) yang bertugas di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Nur Alim dilaporkan istrinya, Amel, atas dugaan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Korban meminta agar pelaku segera ditahan karena ancaman kekerasan yang dialaminya sudah berulang kali dan dinilai membahayakan keselamatan dirinya maupun anak-anaknya.

Kuasa hukum korban dari Kantor Pengacara Fransisco Besi, Frengki Djara, menjelaskan kasus ini telah dilaporkan sejak 19 Maret 2025 dan ditangani Unit PPA Polda NTT. Perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P21 sejak 7 Agustus 2025, namun hingga kini pelaku belum ditahan.

“Klien kami merasa sangat terancam. Karena pelaku tidak ditahan, ia masih bebas mendatangi rumah korban dan melakukan kekerasan. Ini berpotensi fatal bagi keselamatan korban,” ujar Frengki dalam konferensi pers, Selasa, (25/8/2025).


Menurutnya, sepanjang proses hukum, korban beberapa kali mengalami kekerasan fisik yang serius. “Kami berharap Polda maupun Kejaksaan menangani perkara ini secara profesional, agar tidak ada lagi korban KDRT yang dibiarkan tanpa perlindungan,” tegasnya.

Amellia Febriani Sujari, korban sekaligus istri pelaku, mengaku sudah tidak tahan dengan kekerasan yang terus berulang. Ia bahkan mengaku kerap mengalami penganiayaan ketika tengah menggendong bayinya.

“Saya punya dua anak, yang satu masih bayi dan satu lagi masih kelas 1 SD. Suami saya berkali-kali memukul, membenturkan kepala saya ke tembok, menyeret, menendang, bahkan sampai memasukkan tangannya ke mulut saya agar saya tidak bisa berteriak. Kepala saya sampai luka robek dan berdarah, bibir pecah, tangan dan kaki memar,” tutur Amel dengan suara bergetar.

Ia juga menambahkan, pelaku pernah merusak CCTV di rumah, menusuk ban mobil, hingga mengancam dengan pisau. “Saya benar-benar merasa nyawa saya terancam. Kalau tidak segera ditahan, saya takut suatu hari saya mati di tangannya,” ujarnya.

Amellia menyebut, kasus KDRT ini bukan yang pertama kali. Sejak 2020, ia sudah pernah dievakuasi ke Jawa setelah insiden kekerasan berat. Saat itu pelaku menandatangani surat pernyataan di atas materai untuk tidak mengulangi perbuatannya, namun janji itu tidak pernah ditepati.

Lebih menyakitkan lagi, kata Amel, sejak ia dirawat di rumah sakit akibat luka-luka, pelaku tidak pernah menjenguk atau memberi nafkah. “Jangankan menanyakan kabar, membiayai pengobatan pun tidak. Saya benar-benar ditelantarkan,” ujarnya.

Atas kondisi tersebut, korban bersama kuasa hukum mendesak agar pihak Kejaksaan segera menahan pelaku. “Kami mohon penegakan hukum yang adil. Jangan biarkan korban KDRT hidup dalam ketakutan, apalagi ini sudah terjadi berulang kali,” tutup Frengki.