Pejuang Dari NTT, Nyawa Tersisa Dari Konflik Ambon, Aceh, Poso, Papua, 'Tumbal' Di Jakarta

Pejuang Dari NTT, Nyawa Tersisa Dari Konflik Ambon, Aceh, Poso, Papua, 'Tumbal' Di Jakarta

   





Pejuang Dari NTT, Nyawa Tersisa Dari Konflik Ambon, Aceh, Poso, Papua, 'Jadi Tumbal' Di Jakarta

Kompol Cosmas Kaju Di Lapangan Selalu Jadi Penengah, Siapa yang Menengah untuk Dirimu di Kala di Sidang? 


(Sebuah Kisah tentang Kompol Cosmas, Tumbal dari Sistem yang Retak)


Di sebuah kota kecil di ujung Flores, nama Kompol Cosmas Kaju Gae dikenal sederhana: polisi yang ramah, suka menyapa warga dengan senyum. Ia lahir di Mauponggo, dari keluarga yang percaya bahwa jabatan adalah amanah, bukan kemewahan. Ayahnya dulu seorang camat, yang mengajarkan bahwa melayani rakyat lebih penting daripada sekadar dihormati.


Tapi hidup tidak selalu berjalan lurus. Suatu perintah datang—perintah dari atasan, yang tak bisa ditolak. Cosmas menjalankan tugasnya, tanpa sadar bahwa langkahnya akan menyeretnya ke jurang. Sebuah peristiwa tragis terjadi, nyawa melayang, dan tiba-tiba ia dituding sebagai penyebab.


"Padahal aku hanya menjalankan perintah," bisiknya dalam hati saat sidang etik berlangsung.


Bangku panjang di ruang sidang itu terasa dingin. Di depan, pimpinan membacakan putusanl PTDH—Pemberhentian Tidak Dengan Hormat. Bagi sebagian orang, itu sekadar administrasi. Tapi bagi Cosmas, itu runtuhnya seluruh pengabdian puluhan tahun.


Ia sadar, dirinya bukan sekadar individu yang diadili. Ia adalah tumbal dari sebuah sistem yang retak—sistem yang melindungi para penguasa, tapi mengorbankan mereka yang bekerja di lapangan.


Engkau bertaruh nyawa di daerah konflik: Ambon, Aceh, Poso, Timor 2, dan Papua, menghadapi bahaya yang nyata. Tapi kini, setelah puluhan pengabdian, engkau diberhentikan di ibukota tercinta, di tengah tugas yang masih berjalan.


Warga Mauponggo ikut berbisik:

"Cosmas itu orang baik, dia tidak pantas diperlakukan begini."

Namun bisikan rakyat kecil jarang terdengar di telinga kekuasaan.


Malam itu, di beranda rumahnya, Cosmas menatap langit. "Kalau ini memang jalannya, biarlah aku jatuh demi menjaga nama baik seragam yang kupakai sejak muda," ucapnya lirih. Ada luka, ada air mata, tapi juga ada keteguhan.


Dalam kesenyapan, ia sadar: mungkin sejarah tidak akan mencatatnya sebagai pahlawan. Tapi di hati rakyat kecil, ia akan dikenang sebagai seorang polisi yang pernah setia, lalu dikorbankan oleh sistem yang lebih memilih mencari kambing hitam daripada membenahi dirinya sendiri.


Di tengah dua arus besar yang saling bertabrakan, sering kali anggota hanyalah ‘pelanduk di tengah gajah’.

Harapan sederhana kami: semoga ke depan, kebijakan dan perlindungan untuk polisi di lapangan bisa lebih seimbang, lebih manusiawi. 🇮🇩


Nagekeo, 04 September 2025

Gusti Bebi Daga

#KetuaDPDFPNTTNagekeo